MAKALAH
Sintesis
Fe2O3-Montmorilonit Dan Aplikasinya Sebagai Fotokatalis
Untuk Degradasi Zat Warna Congo Red
Disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Sintesis Anorganik
Disusun Oleh:
Linda
Karlina 24030110110039
Indah
Ilmiyatul Mufida 24030110120012
Afrianti
Reza Kusuma 24030110120018
JURUSAN
KIMIA
FAKULTAS
SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS
DIPONEGORO
SEMARANG
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Subhanallahu
Wata’ala yang telah memberikan nikmat dan hidayahnya dan atas berkat rahmat-Nya
lah penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul Sintesis Fe2O3-Montmorillonit
Dan Aplikasinya Sebagai Fotokatalis Untuk Degradasi Zat Warna Congo Red.
Makalah ini merupakan suatu pemikiran mengenai gagasan Sintesis Fe2O3-
Montmorilonit Dan Aplikasinya Sebagai Fotokatalis Untuk Degradasi Zat Warna
Congo Red
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan
Makalah ini masih terdapat
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan yang diharapkan. Oleh karena itu, saran
dan kritik serta masukan yang dapat membangun penulis sangat diharapkan agar
penulis dapat lebih baik lagi dalam makalah berikutnya.
Semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi
pembaca pada khususnya dan masyarakat pada umumnya sehingga dapat menambah
wawasan kita semua supaya nantinya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari.
Semarang , 24 September 2012
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Limbah
cair yang dikeluarkan oleh industri tekstil mengandung berbagai zat pewarna
yang berbahaya bagi lingkungan. Dewasa ini sekitar lima belas persen dari total
produksi zat pewarna di dunia hilang ketika proses pewarnaan dan dikeluarkan sebagai
limbah industri tekstil. Pelepasan limbah zat pewarna tersebut ke ekosistem merupakan sumber polusi yang berbahaya. Namun
seiring dengan meningkatnya standar lingkungan internasional yang semakin memperhatikan
kualitas lingkungan, berbagai sistem teknologi atau metode-metode untuk menanggulangi
limbah yang dilepaskan oleh industri-industri limbah zat pewarna juga telah dikembangkan .
Metode
penanggulangan limbah seperti adsorbsi, biodegradasi serta metode kimia seperti
klorinasi dan ozonasi merupakan metode-metode yang paling sering digunakan.
Metode-metode tersebut walaupun cukup efektif namun memerlukan biaya operasional
yang tidak sedikit sehingga perlu dicari alternatif lain yang relatif lebih murah
tapi cukup efektif. Berangkat dari fakta tersebut selanjutnya dikembangkan
metode-metode yang lebih modern seperti koagulasi kombinasi, oksidasi
elektrokimia, flokulasi, osmosis balik dan adsorbsi menggunakan karbon aktif.
Namun metode-metode ini juga ternyata memiliki banyak kelemahan yaitu munculnya
permasalahan baru seperti dihasilkannya fasa baru yang mengandung polutan yang
lebih terkonsentrasi . Bagaimanapun
juga, pengembangan teknologi penanggulangan limbah terkini telah memberikan kontribusi
nyata dalam upaya mendegradasi polutan,
khususnya polutan zat pewarna yang terlarut atau terdispersi dalam media air.
Fotokatalisis
heterogen yang merupakan metode penanggulangan limbah terkini telah menjadi
teknologi yang penting dan memimpin dalam mineralisasi sebagian besar polutan
zat pewarna. Fotokatalis yang mendapat perhatian utama dan banyak dikembangkan
adalah bahan semikonduktor. Semikonduktor oksida logam seperti TiO2,
ZnO, Fe2O3, sering digunakan sebagai katalis dalam
penanganan berbagai polutan organik dan zat pewarna . Fotoaktivitas oksida-oksida
logam tersebut dapat ditingkatkan dengan cara menurunkan ukuran partikel hingga
1-10 nanometer. Semikonduktor yang dibuat hingga ukuran tersebut dikenal
sebagai nanopartikel. Nanopartikel dapat dibuat dengan cara mengembankan oksida
logam dalam bahan inang, seperti polimer, lempung dan zeolit. Sebagai bahan
inang, lempung lebih mudah diperoleh dan lebih murah dibandingkan dengan bahan
lain karena keberadaannya yang melimpah dan tersebar luas di alam terutama di
Indonesia. Lempung yang digunakan adalah jenis montmorilonit yang memiliki kemampuan
mengembang serta kapasitas tukar kation yang tinggi. Jadi dengan memilarkan
lempung dengan menggunakan oksida logam diharapkan dapat dihasilkan fotokatalis
yang tetap memiliki kemampuan fotoaktivitas yang tinggi.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan
masalah yang akan dikemukakan diantaranya sebagai berikut:
1. Bagaimana
cara memperoleh atau mendapatkan Fe2O3-Montmorilonite?
2. Mengetahui
bagaimana mengaplikasikan Fe2O3-Montmorilonite sebagai
fotokatalis
3. Apakah
fotokatalis tersebut dapat digunakan sebagai pendegradasi zat pewarna congo
red??
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ilmiah yang dibuat adalah:
1. Untuk
mengetahui sintesis Fe2O3-Montmorilonit
2. Untuk
mengetahui bahwa fotokatalis menggunakan Fe2O3-Montmorilonit
dapat digunakan untuk degradasi zat pewarna congo red
1.4 Manfaat
Manfaat dari makalah ilmiah ini adalah
1. Untuk
mengoptimalkan limbah tekstil yang mengandung senyawa yang berbahaya
2. Mendapatkan
Fe2O3-Montmorilonit sebagai bahan fotokatalis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Montmorilonit
Montmorillonit merupakan bagian dari kelompok smectit dengan komposisi kimia secara umum (Mg,Ca) O.Al2O3.5SiO2.nH2O. struktur montmorillonit memiliki konfigurasi 2:1 yang terdiri dari dua silicon oksida tetrahedral dan satu alumunium oksida octahedral. Pada tetrahedral, 4 atom oksigen berikatan dengan atom silicon di ujung struktur. Empat ikatan silikon terkadang disubstitusi oleh tiga ikatan alumunium. Pada octahedral alumunium berkoordinasi dengan enam atom oksigen atau gugus-gugus hidroksil yang berlokasi pada ujung octahedron. Al3+ dapat digantikan oleh Mg2+, Fe2+, Zn2+, Ni2+, Li2+ dan kation lainnya. Substitusi isomorphous dari Al3+ untuk Si4+ pada tetrahedral dari Mg2+ atau Zn2+ untuk Al3+ pada octahedral menghasilkan uatan negative pada permukaan clay, hal ini diimbangi dengan adsorpsi kation di lapisan interlayer.
Adanya
atom-atom yang terikat pada masing-masing lapisan struktur montmorillonit
memungkinkan air atau moleku lain masuk di antara unit lapisan. Akibatnya kisi
akan membesar pada arah vertical. Selain itu, karena adanya pergantian Si oleh
Al menyebabkan terjadinya penyebaran muatan negative pada permukaan clay.
Bagian iniah yang disebut sisi aktif (Active site) dimana bagian ini dapat
menyerap kation dari senyawa-senyawa organic atau ion-ion senyawa logam.
2.2 Fotokatalis
Istilah fotokatalis merupakan gabungan dua kata yaitu foto
dan katalisis, sehingga dapat diartikan sebagai suatu proses kombinasi reaksi
fotokimia yang memerluakan unsur cahaya dan katalis untuk mempercepat
terjadinya transformasi kimia. Transformasi tersebut terjadi pada permukaan
katalis yang katalisnya disebut sebagai fotokatalis. Fotokatalis merupakan
salah satu metode AOPs (Advanced Oxidation Processes). Karakteristik AOPs
adalah pembentukan radikal bebas yang sangat aktif, terutama radikal hidroksil
(OH˙). Bahan yang dapat dijadikan fotokatalis merupakan semikonduktor
yang mampu mengadsorp foton.
Proses fotokatalis banyak diaplikasikan untuk penghilangan
atau pendegradasian polutan cair menjadi senyawa yang lebih ramah lingkungan,
misalanya untuk pengolahan fenol. Suatu teknologi yang didasarkan pada iradiasi
fotokatalis semikonduktor seperti titanium dioksida (TiO2), seng
oksida (ZnO) atau cadmium sulfide (CdS) yang tergolong sebaagai fotokatalis
heterogen.
Proses keseluruhan yang terjadi padea reaksi katalisis
heterogen, baik yang diaktifasi secara termal (katalisis konvensional) maupun
yang diaktivasi dengan cahaya (fotokatalis) adalah sebagai berikut :
1. Transfer massa reaktan dalam fase fluida
(cair atau gas) ke permukaan katalis.
2. Adsorpsi reaktan ke permukaan katalis.
3. reaksi dalam fase teradsorpsi.
4. Desorpsi produk dari permukaan.
5. Pemindahan produk (transfer massa) dari
daerah antar permukaan (interfasa).
Reaksi fotokatalisis terjadi pada fase teradsorpsi (langkah
3). Perbedaanya dengan katalisis konvensional hanyalah model aktivasi katalis
dimana aktivasi termal pada proses katalisis digantikan oleh aktivasi foton.
Model aktivasi ini tidak pada tahap 1, 2, 4 dan 5, walaupun fotoadsorpsi dan
fotodesorpsi reaktan terutama oksigen ada.
Reaksi fotokatalisis mempunyai sifat yang khusus bila
dibandingkan dengan reaksi lainnya. Sifat khusus tersebut meliputi :
1. Reaksi fotokatalisis menggunakan daya
oksidasi yang sangat tinggi.
2. Reaksi fotokatalisi merupakan reaksi
permukaan.
3. Reaksi fotokatalisis terjadi melalui radiasi
sinar UV.
2.3 Mekanisme Fotokatalisis
Fenomena fotokatalisis diawali dengan fotoeksitasi, sebagai
akibat adanya cahaya ultraviolet yang mengenai dahan semikonduktor memiliki
energi yanga lebih besar dari celah pita semikonduktornya, sehingga akan
mentransfer electron dari pita valensi ke pita konduksi sekaligus menghasilkan
hole (h+) pada pita valensi. Jadi, proses fotoeksitasi akan
menghasilakn electron pada pita konduksi dan hole pada pita valensi. Reaksi
yang terjadi untuk fenomena ini adalah :
Semikonduktor +
hv
(ecb- + hvb+)
(2.1)
Selanjutnya pasangan elektron-hole yang tyerbentuk akan
berekombinasi di dalam partikel (jalur B), dan berekombinasi di permukaan
partikel (jalur A), tetapi ada pula yang tidak berekombinasi dsan langsung ke
permukaan partikel. Reaksi rekombinasi pasangan h+/e- dituliskan sebagai berikut
:
Semikonduktor(ecb-
+ hvb+)
Semikonduktor +
heat (2.2)
Elektron yang sampai pada permukaan partikel (jalur C) akan
mendonasikan dirinya kepada molekul yang teradsorpsi dipermukaan dimana molekul
tersebut akan mengalami reduksi sehingga dihasilakan radikal anion, A-
(oksidator), sedangkan hole yang sampai permukaan (jalur D) akan menarik
elektron dari molekul yang ada dipermukaan sehinga molekul akan mengalami
oksidasi. Molekul yang teradssorpsi bersifat donor elektron sehingga hasil
penangkapan hole akan menghasilakan radikal kation, D+ (reduktor).
Reaksi tersebut dapat ditunjukkan sebagai berikut :
D(ads) + h+
D+(ads)
(2.3)
A(ads) + e-
A-(ads)
(2.4)
Donor elektron yang teradsorpsi (reduktor) dapat dioksidasi
melalui transfer elektron ke hole diatas permukaan dan penangkapan hole akan
menghasilkan adikal kation, D+ (persamaan 2.3). adapaun akseptor
elektron yang teradsorpsi (oksidator) dapat tereduksi dengan menerima sebuah
elektron dari permukaan sehingga penangkapan elektron akan menghasilkan radikal
anion, A- (persamaan 2.4).
Reaksi rekombinasi antara elektron dan hole dapat
ditunjukaan dengan persamaan berikut :
e-
+
h+
N + E (2.5)
dimana N adalah bahan semikonduktor yang netral dan E adalah
energi yang dilepaskan dibawah sinar UV atau panas semikonduktor.
2.4
Congo red
Congo red merupakan salah satu zat warna tekstil yang digunakan pada proses pencelupan. Zat warna ini sering digunakan karena dapat terikat kuat pada kain dan tidak mudah luntur. Zat warna congo red merupakan zat warna senyawa organik diazo yang non-biodegradable . Nama IUPAC dari congo red adalah Natrium benzidindiazo- bis-1-naftilamin-4-sulfonat. Congo red dalam air membentuk koloid berwarna merah. Kelarutan congo red sangat baik pada pelarut organik seperti etanol. Senyawa ini memiliki berat molekul 696,67 g/mol. Congo red biasanya digunakan dalam industri kain katun dan industrikertas.
Pada beberapa kasus, congo
red dapat menyebabkan alergi, seperti anaphylactic shock .
Selain itu, senyawa benzidin berwarna ini diduga dapat menyebabkan kanker pada
manusia. Pada pH 3,0-5,2, congo red mengalami perubahan warna
dari biru menjadi merah sehingga dapat digunakan sebagai indikator pH. Congo
red dapat diidentifikasi menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan
memberikanwarna merah. Spektra congo red menunjukkan pada puncak
sekitar 498 nm.
2.5 Degradasi kimia
Degradasi kimia adalah suatu reaksi perubahan kimia
atau peruraian komponen suatu polimer karena reaksi dengan polimer sekitarnya
berupa tindakan atau proses penyederhanaan atau meruntuhkan sebuah molekul
menjadi lebih sederhana (kecil) baik secara alami maupun buatan.Degradasi atau
penguraian kimia kerangka polimer-polimer vinil yang tersusun dari
rantai-rantai karbon yang tidak mengandung gugus-gugus fungsional selain ikatan
rangkap dua polimer-polimer diena pada prinsipnya terbatas pada reaksi
oksidasi.
Polimer-polimer terurai sangat lambat oleh oksigen
dan reaksinya bersifat otokatalitik. Reaksi dapat dipercepat oleh penerapan
panas atau sinar atau oleh hadirnya beberapa zat kotor yang mengkatalis proses
oksidasi tersebut.
Polimer-polimer tak jenuh mengalami penguraian
oksidatif jauh lebih cepat oleh proses-proses radikal bebas yang rumit, yang
melibatkan zat antara peroksida dan hidroperoksida. Polimer-polimer tak jenuh
juga sangat mudah menerima serangan ozon. Penguraian polimer melalui ozonolisis
untuk memperbaiki ketahanan ozon dengan cara menempatkan sebagian alkena yang
diperlukan untuk ikat silang sedemikian rupa sehingga pemutusan ikatan
oksidatif tidak menyebabkan berkurangnya berat molekul.
BAB III
ISI
3.1 Pencucian
Montmorilonit
Na-montmorilonit digerus
sampai halus sehingga lolos penyaring 100 mesh. Montmorilonit itu kemudian
dicuci dengan menambahkan akuades dan diaduk selama 24 jam, disaring dan
dikeringkan dalam oven pada temperatur
110-120 oC. Setelah kering, montmorilonit digerus dan diayak dengan
pengayak 100 mesh. Hasil yang dipeoleh
dianalisis dengan metode difraktometri sinar-x, spektrofotometri FTIR,
fluoresensi sinar-x, dan serapan gas untuk mempelajari struktur montmorilonit
dan kandungan besi dalam montmorilonit.
3.2 Preparasi Fe2O3
-montmorilonit
Untuk langkah ini
terlebih dahulu dibuat larutan oligomer
sebagai agen pemilar (pillaring agent). Larutan ini dibuat dengan menambahkan natrium
hidroksida (NaOH) secara perlahan ke dalam larutan besi(III) klorida yang
diaduk dengan cepat. Penambahan basa dihentikan jika pH larutan sudah menunjukkan
2-2,5. Setelah homogen pengadukan dihentikan dan larutan diperam (diaging)
selama 24 jam. Tahap selanjutnya adalah
pembuatan suspensi Na-montmorilonit dengan cara mendispersikan montmorilonit
(lolos ayakan 100 mesh) ke dalam akuades sambil diaduk dengan
pengaduk magnet selam 5 jam. Kemudian ke dalam suspensi tersebut secara perlahan
dan sedikit demi sedikit larutan oligomer besi sampai perbandingannya 40 mmol
Fe/g montmorilonit, sambil diaduk dengan kuat dengan menggunakan pengaduk
magnetik selama 24 jam. Padatan dipisahkan melalui proses sentrifugasi kemudian
dicuci dengan akuabides dan disaring dengan penyaring vakum. Pencucian
dilakukan berulangkali sampai
montmorilonit terbebas dari ion klorida. Pencucian dihentikan jika filtrat
ditetesi dengan larutan AgNO3 tidak terbentuk endapan putih dari
AgCl. Montmorilonit yang telah terinterkalasi kompleks besi dikeringkan dalam
oven pada temperatur 110-120 oC. Setelah kering digerus sampai halus
kemudian diayak menggunakan pengayak 250
mesh. Selanjutnya dikalsinasi pada temperatur 250 oC selama 5
jam.
3.3
Karakterisasi
montmorilonit dan Fe2O3-montmorilonit
Penentuan jenis mineral
montmorilonit dilakukan dengan difraktometer sinar-x, dengan metode bubuk
(powder) menggunakan sumber radiasi Cu-Kα. Pengukuran dilakukan pada daerah 2θ
= 0-40o dengan laju kecepatan 5o per menit. Spektroskopi
IR digunakan untuk mengetahui gugus fungsional senyawa penyusun montmorilonit.
Sampel padatan dicampur dengan bubuk KBr dan dibuat pelet yang tipis. Kemudian
pelet tersebut diletakkan pada sel dan diukur pada bilangan gelombang 300-4000
cm-1.
Analisis kandungan Fe
yang ada pada montmorilonit dan komposit Fe2O3-montmorilonit dilakukan dengan X Ray Fluoresence Analyser. Dari hasil analisis sampel
kandungan Fe diperoleh dengan membandingkan luas puncak sampel dengan standar.
Penentuan energi celah
pita pada oksida besi (Fe2O3) maupun pada komposit Fe2O3-montmorilonit
dilakukan dengan spektrofotometer DRF yang terdapat di Laboratorium Fisika Universitas Indonesia.
Padatan Fe2O3 maupun komposit Fe2O3
-montmorilonit diletakkan pada sel dan diukur pada panjang gelombang 220-700
nm, pada interval 2 nm. Luas permukaan dan distribusi pori dihitung dengan
metode BET (Brunauer-Emmet-Teller) dari data
adsorpsi-desorpsi N2, Po= 747,54 mmHg dan temperature bath 77,4 K menggunakan Gas Sorption Analyzer Nova 1000.
3.4
Fotodegradasi Congo Red dengan Katalis Fe2O3
-montmorilonit
Dua puluh satu gelas
beker masing-masing diisi dengan larutan congo red (CR). Ke dalam tujuh gelas
tersebut dimasukkan masing-masing komposit Fe2O3-montmorilonit
sehingga membentuk suspensi. Tujuh gelas tersebut dibungkus dengan plastik
hitam sebelum dikenakan radiasi sinar UV
(panjang gelombang 365 nm) masing-masing selama 10, 20, 30, 40, 50, dan 60
menit (sampel berturut-turut diberi kode C10, C20, C30,
C40, C50, C60) sedangkan tujuh gelas yang lain
berisi Fe2O3 -montmorilonit dalam congo red dibiarkan di
tempat gelap sebagai pengontrol adanya adsorpsi
congo red pada Fe2O3 -montmorilonit. Tujuh gelas
sisanya diisi dengan lempung asal untuk mengetahui tingkat adsorpsi congo red pada montmorilonit. Kedua perlakuan
terakhir ini juga menggunakan selisih waktu 10, 20, 30, 40, 50, dan 60 menit. Suspensi disaring dengan penyaring
vakum mengunakan kertas saring Whatman 42. Larutan congo red (CR) yang dibuat
kemudian diukur absorbansinya pada kisaran
panjang gelombang untuk mengetahui panjang gelombang yang memberikan
absorbansi maksimum. Filtrat kemudian dianalisis absorbansinya dengan
Spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang maksimum. Hasil pembacaan absorbansi
dikonversi ke konsentrasi seperti
pada Tabel 1 dengan bantuan
larutan standar congo red.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
1. Pembentukan
oksida besi pada permukaan dan antar lapis montmorilonit menggunakan kation
kompleks besi polihidroksi mengakibatkan peningkatan luas permukaan spesifik ,
volume total pori, energi celah pita dan peningkatan kandungan besi.
2.
Fe2O3-montmorilonit
dapat digunakan febagai fotokatalis untuk degradasi zat warna Congo Red
3. Secara
umum Fe2O3-montmorilonit merupakan bahan fotokatalis yang
lebih efektif daripada montmorilonit.
DAFTAR PUSTAKA
Cool,
P. and Vansant. E.F., 1996, Pillared Clays: Preparation, Characterization and applications, University of Antwerp,
Wilrijk.
Ding,
Z., Kloprogge, J.T., Frost, R.L., Lu, G.Q. and
Zhu, H.Y., 2000, J. Porous Mater., 8, 273 293.
Dewi, P.P., 1999, Preperasi, Karakterisasi,
dan Uji Fotoaktivitas Oksida Besi Sebagai Pemilar Antarlapis dalam Bentonit,
Skripsi, FMIPA UGM, Yogyakarta.
Houas,
A., Lachheb, H., Ksibi, M., Elaloui,
E., Guillard, C. and Herrmann, JM., 2001,
App. Catal. B., 31, 145-147.
Lachheb,
H., Puzenat, E., Houas, A. Ksii, M., Elaloui, E., Guillard, C. and Hermann,
J.M., 2002, Appl. Catal. B., 39, 75-90 .
Jenkins, R., 1999, X-Ray Fluorescence Spectrometry, Second
Edition, John Wiley & Sons, Inc., New York.
Linsebigler, A.L., Lu, G. and Yates Jr. J.T.,
1995, Chem. Rev., 95, 735-758.
Somorjai,
G.A., 1972, Principles of Surface Chemistry, Prentice-Hall, Inc.,
Englewood Cliffs, New Jersey.
Madejová,
J., 2003, FTIR Techniques in Clay Mineral Studies, Vibrational Spectroscopy, 31, 1-10.
Hasil
Diskusi
1.
bagaimana jika logam dalam campuran
lempung montmorilonitdiganti dengan Mg atau Zn?
Jika materialnya diganti Mg atau Zn ,pemilaran akan
berlangsung secara tidak optimum karena Mg dan Zn tidak memiliki kapasitas
tukar kation yang tinggi, tidak seperti pada montmorilonit, serta Mg dan Zn kemampuan
fotoaktivitas yang dihasilkan sangat rendah sehingga hanya dapat mengasorbsi
sebagian congo red.
2.
bagaimana reaksi yang terjadi pada congo
red? Proses apakah yang terjadi kemisorbsi atau fisisorbsi ?
Pada
penelitian ini terjadi proses kemisorbsi
karena adanya Pertukaran ion montmorilomonite dengan limbah congo red dengan
disertai katalis Fe2O3 untuk mempercepat reaksi.
3.
Berapa banyak limbah yang digunakan
untuk pendegradasian pada congo red?
-
Pada proses pembuatan preparasi Fe2O3-
montmorilonit, dibutuhkan 10 g montmorilonit yang didispersikan untuk reaksi
ini ke dalam 500 mL akuades.
-
Sedangkan pada proses Fotodegradasi
Congo Red dengan Katalis Fe2O3 montmorilonit Pada
Dua puluh satu gelas beker 50 mL masing-masing diisi dengan 25 mL larutan congo
red (CR) 10-4 M. Ke dalam tujuh gelas tersebut dimasukkan masing-masing 50
mg komposit Fe2O3-montmorilonit sehingga membentuk
suspensi.
4.
Pada sintesis Fe2O3-montmorilonit
menggunakan ikatan kovalen koordinasi atau ikatan hydrogen?
Pada
sintesis Fe2O3-montmorilonit menggunakan ikatan kovalen
koordinasi dikarenakan ikatan
yang terbentuk dengan cara penggunaan bersama pasangan elektron yang berasal
dari salah 1 atom yang berikatan [Pasangan Elektron Bebas (PEB)], sedangkan
atom yang lain hanya menerima pasangan elektron yang digunakan bersama. Fe2O3
yang digunakan sebagai katalis dan Montmorilonite akan didispersikan ke aquades
sehingga dengan adanya air, kation-kation yang teradsorpsi di permukaan lapisan montmorilonit ,montmorilomonit
akan tersolvasi sehingga interaksi yang terbentuk ikatan kovalen koordinasi
dengan adanya penukaran ion dengan molekul interkalat.
5.
Bagaimana jika Fe2O3
yang digunakan berasal dari Fe2O3 dari besi yang
berkarat, yang sama-sama Fe2O3, perbedaan dengan Fe2O3
besi berkarat dengan Fe2O3 hasil sintesis?
Fe2O3
dari besi berkarat berbeda dengan Fe2O3 hasil sintesis,
hal ini juga dipengaruhi kondisi pada Fe2O3 dari hasil
sintesis, Fe2O3 dari besi berkarat bisa dipakai untuk
pendegradasian congo red namun kondisinya berbeda dengan Fe2O3
hasil sintesis, Fe2O3 dari besi berkarat harus di
sesuaikan terlebih dahulu dengan suasana Fe2O3 setelah
itu baru dapat digunakan pada pendegradasian congo red, karena montmorilonit
disini berguna untuk absorben pada congo red.
6.
Kenapa menggunakan lempung dengan
mineral montmorilonit?
Menggunakan lempung karena lempung lebih mudah
diperoleh dan lebih murah dibandingkan dengan bahan lain karena keberadaannya
yang melimpah dan tersebar luas di alam terutama di Indonesia, serta
menggunakan mineral montmorilonite, karena di dalam tanah lempung kandungan yang
paling besar adalah montmorilnite, dan dengan mineral montmorilonite mempunyai kemampuan mengembang
serta kapasitas tukar kation yang tinggi. Jadi dengan memilarkan lempung dengan
montmorilonite diharapkan dapat dihasilkan fotokatalis yang tetap memiliki
kemampuan fotoaktivitas yang tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar