KESELAMATAN LABORATORIUM
DESTILASI
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah keselamatan laboratorium
Yang diampu oleh Bapak Nor Basid Adiwibawa P.,S.Si,M.Sc
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 6
Teguh Apriliadi Rahman (24030111130029)
Mentari Rosmilya Dikawarni (24030111120006)
Satria Putra (24030110110025)
Indah Ilmiyatul M (24030110120012)
Kustyaningsih (24030110130061)
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
JURUSAN KIMIA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2012
Destilasi
Distilasi atau penyulingan
adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan
kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan atau didefinisikan juga
teknik pemisahan kimia yang berdasarkan perbedaan titik didih. Dalam penyulingan,
campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan
kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan
menguap lebih dulu. Metode ini merupakan termasuk unit operasi kimia jenis
perpindahan massa. Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu
larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya. Model ideal
distilasi didasarkan pada Hukum Raoult dan Hukum Dalton.
Cara kerja
Destilasi
Destilasi merupakan suatu
perubahan cairan menjadi uap dan uap tersebut didinginkan kembali menjadi
cairan. Unit operasi destilasi merupakan metode yang digunakan untuk memisahkan
komponen-komponennya yang terdapat dalam salah satu larutan atau campuran dan
bergantung pada distribusi komponen-komponen tersebut antara fasa uap dan fasa
air. Syarat utama dalam operasi pemisahan komponen-komponen dengan cara
destilasi adalah komposisi uap harus berbeda dengan komposisi cairan dengan
terjadi keseimbangan larutan-larutan, dengan komponen-komponennya cukup dapat
menguap.
Tahap destilasi
1.
Evaporasi : memindahkan pelarut sebagai uap dari cairan
2.
Pemisahan uap-cairan didalam kolom dan untuk memisahkan komponen dengan
titik didih lebih rendah yang lebih mudah menguap komponen lain yang kurang
volatil.
3.
Kondensasi dari uap, serta untuk mendapatkan fraksi pelarut yang lebih
volatil.
Selain pembagian macam destilasi, dalam referensi lain
menyebutkan macam – macam destilasi, yaitu :
1. Destilasi sederhana
2. Destilasi bertingkat ( fraksional )
3. Destilasi azeotrop
4. Destilasi vakum
5. Refluks / destruksi
6. Destilasi kering
Destilasi sederhana atau destilasi biasa adalah
teknik pemisahan kimia untuk memisahkan dua atau lebih komponen yang memiliki
perbedaan titik didih yang jauh. Suatu campuran dapat dipisahkan dengan
destilasi biasa ini untuk memperoleh senyawa murninya. Senyawa – senyawa yang
terdapat dalam campuran akan menguap pada saat mencapai titik didih masing –
masing.
Gambar : Alat Destilasi Sederhana
Gambar di atas merupakan alat destilasi atau
yang disebut destilator. Yang terdiri dari thermometer, labu didih, steel head,
pemanas, kondensor, dan labu penampung destilat. Thermometer Biasanya digunakan untuk mengukur
suhu uap zat cair yang didestilasi selama proses destilasi berlangsung.
Seringnya thermometer yang digunakan harus memenuhi syarat:
a.
Berskala suhu tinggi yang diatas titik didih zat cair yang akan didestilasi.
b. Ditempatkan pada labu destilasi atau steel head dengan ujung atas reservoir HE sejajar dengan pipa penyalur uap ke kondensor. Labu didih berfungsi sebagai tempat suatu campuran zat cair yang akan didestilasi .
b. Ditempatkan pada labu destilasi atau steel head dengan ujung atas reservoir HE sejajar dengan pipa penyalur uap ke kondensor. Labu didih berfungsi sebagai tempat suatu campuran zat cair yang akan didestilasi .
Steel head berfungsi sebagai penyalur uap atau gas yang akan
masuk ke alat pendingin ( kondensor ) dan biasanya labu destilasi dengan leher
yang berfungsi sebagai steel head. Kondensor memiliki 2 celah, yaitu celah
masuk dan celah keluar yang berfungsi untuk aliran uap hasil reaksi dan untuk
aliran air keran. Pendingin yang digunakan biasanya adalah air yang dialirkan
dari dasar pipa, tujuannya adalah agar bagian dari dalam pipa lebih lama
mengalami kontak dengan air sehingga pendinginan lebih sempurna dan hasil yang
diperoleh lebih sempurna. Penampung destilat bisa berupa erlenmeyer, labu,
ataupun tabung reaksi tergantung pemakaiannya. Pemanasnya juga dapat
menggunakan penangas, ataupun mantel listrik yang biasanya sudah terpasang pada
destilator.
Pemisahan senyawa dengan destilasi bergantung pada perbedaan
tekanan uap senyawa dalam campuran. Tekanan uap campuran diukur sebagai
kecenderungan molekul dalam permukaan cairan untuk berubah menjadi uap. Jika
suhu dinaikkan, tekanan uap cairan akan naik sampai tekanan uap cairan sama
dengan tekanan uap atmosfer. Pada keadaan itu cairan akan mendidih. Suhu pada
saat tekanan uap cairan sama dengan tekanan uap atmosfer disebut titik didih.
Cairan yang mempunyai tekanan uap yang lebih tinggi pada suhu kamar akan
mempnyai titik didih lebih rendah daripada cairan yang tekanan uapnya rendah
pada suhu kamar.
Jika campuran berair didihkan, komposisi uap di atas
cairan tidak sama dengan komposisi pada cairan. Uap akan kaya dengan senyawa
yang lebih volatile atau komponen dengan titik didih lebih rendah. Jika uap di
atas cairan terkumpul dan dinginkan, uap akan terembunkan dan komposisinya sama
dengan komposisi senyawa yang terdapat pada uap yaitu dengan senyawa yang
mempunyai titik didih lebih rendah. Jika suhu relative tetap, maka destilat
yang terkumpul akan mengandung senyawa murni dari salah satu komponen dalam
campuran.
1. Destilasi sederhana.
Biasanya destilasi sederhana digunakan untuk memisahkan zat
cair yang titik didih nya rendah, atau memisahkan zat cair dengan zat padat
atau miniyak. Proses ini dilakukan dengan mengalirkan uap zat cair tersebut
melalui kondensor lalu hasilnya ditampung dalam suatu wadah, namun hasilnya
tidak benar-benar murni atau bias dikatakan tidak murni karena hanya bersifat
memisahkan zat cair yang titik didih rendah atau zat cair dengan zat padat atau
minyak.
Destilasi sederhana adalah salah satu cara pemurnian zat
cair yang tercemar oleh zat padat/zat cair lain dengan perbedaan titik didih
cukup besar, sehingga zat pencemar/pengotor akan tertinggal sebagai residu.
Destilasi ini digunakan untuk memisahkan campuran cair-cair, misalnya
air-alkohol, air-aseton, dll. Alat yang digunakan dalam proses destilasi ini
antara lain, labu destilasi, penangas, termometer, pendingin/kondensor leibig,
konektor/klem, statif, adaptor, penampung, pembakar, kaki tiga dan kasa.
2. Destilasi bertingkat (fraksionasi)
Destilasi bertingkat adalah proses pemisahan destilasi ke
dalam bagian-bagian dengan titik didih makin lama makin tinggi yang selanjutnya
pemisahan bagian-bagian ini dimaksudkan untuk destilasi ulang. Destilasi
bertingkat merupakan proses pemurnian zat/senyawa cair dimana zat pencampurnya
berupa senyawa cair yang titik didihnya rendah dan tidak berbeda jauh dengan
titik didih senyawa yang akan dimurnikan. Dengan perkataan lain, destilasi ini
bertujuan untuk memisahkan senyawa-senyawa dari suatu campuran yang
komponen-komponennya memiliki perbedaan titik didih relatif kecil. Destilasi
ini digunakan untuk memisahkan campuran aseton-metanol, karbon tetra
klorida-toluen, dll. Pada proses destilasi bertingkat digunakan kolom
fraksinasi yang dipasang pada labu destilasi.
Tujuan dari penggunaan kolom ini adalah untuk memisahkan uap
campuran senyawa cair yang titik didihnya hampir sama/tidak begitu berbeda.
Sebab dengan adanya penghalang dalam kolom fraksinasi menyebabkan uap yang
titik didihnya sama akan sama-sama menguap atau senyawa yang titik didihnya
rendah akan naik terus hingga akhirnya mengembun dan turun sebagai destilat,
sedangkan senyawa yang titik didihnya lebih tinggi, jika belum mencapai harga
titik didihnya maka senyawa tersebut akan menetes kembali ke dalam labu
destilasi, yang akhirnya jika pemanasan dilanjutkan terus akan mencapai harga
titik didihnya. Senyawa tersebut akan menguap, mengembun dan turun/menetes sebagai
destilat.
Proses ini digunan untuk komponen yang memiliki titik didih
yang berdekatan.Pada dasarnya sama dengan destilasi sederhana, hanya saja
memiliki kondensor yang lebih banya sehingga mampu memisahkan dua komponen yang
memliki perbedaan titik didih yang bertekanan. Pada proses ini akan didapatkan
substan kimia yang lebih murni, kerena melewati kondensor yang banyak.
3. Destilasi azeotrop
Digunakan dalam memisahkan campuran azeotrop (campuran
campuran dua atau lebih komponen yang sulit di pisahkan), biasanya dalam
prosesnya digunakan senyawa lain yang dapat memecah ikatan azeotrop tsb, atau
dengan menggunakan tekanan tinggi.
Distilasi Azeotrop digunakan dalam memisahkan campuran
azeotrop (campuran campuran dua atau lebih komponen yang sulit di pisahkan),
biasanya dalam prosesnya digunakan senyawa lain yang dapat memecah ikatan
azeotrop tsb, atau dengan menggunakan tekanan tinggi. Azeotrop merupakan
campuran 2 atau lebih komponen pada komposisi tertentu dimana komposisi
tersebut tidak bisa berubah hanya melalui distilasi biasa. Ketika campuran
azeotrop dididihkan, fasa uap yang dihasilkan memiliki komposisi yang sama
dengan fasa cairnya. Campuran azeotrop ini sering disebut juga constant boiling
mixture karena komposisinya yang senantiasa tetap jika campuran tersebut
dididihkan. Untuk lebih jelasnya, perhatikan ilustrasi berikut :
Titik A pada pada kurva merupakan boiling point campuran
pada kondisi sebelum mencapai azeotrop. Campuran kemudian dididihkan dan uapnya
dipisahkan dari sistem kesetimbangan uap cair (titik B). Uap ini kemudian
didinginkan dan terkondensasi (titik C). Kondensat kemudian dididihkan,
didinginkan, dan seterusnya hingga mencapai titik azeotrop. Pada titik
azeotrop, proses tidak dapat diteruskan karena komposisi campuran akan selalu tetap.
Pada gambar di atas, titik azeotrop digambarkan sebagai pertemuan antara kurva
saturated vapor dan saturated liquid. (ditandai dengan garis vertikal
putus-putus Etanol dan air membentuk azeotrop pada komposisi 95.6%-massa etanol
pada keadaan standar.
4. Destilasi vakum (destilasi tekanan rendah).
Destilasi ini digunakan untu zat yang tak tahan suhu tinggi
atau bias rusak pada pemansan yang tinggi. Sehingga dengan menurunan tekanan
maka titik didih juga akan menurun, maka destilasi yang tadinya harus dilakukan
pada suhu tinggi tetap dapat dilakukan pada suhu rendah dengan menurunkan
tekanan.
5. Refluks/ destruksi.
Refluks/destruksi ini bisa dimasukkan dalam macam –macam
destilasi walau pada prinsipnya agak berkelainan. Refluks dilakukan untuk
mempercepat reaksi dengan jalan pemanasan tetapi tidak akan mengurangi jumlah
zat yang ada. Dimana pada umumnya reaksi- reaksi senyawa organik adalah
“lambat” maka campuran reaksi perlu dipanaskan tetapi biasanya pemanasan akan
menyebabkan penguapan baik pereaksi maupun hasil reaksi. Karena itu agar
campuran tersebut reaksinya dapat cepat, dengan jalan pemanasan tetap jumlahnya
tetap reaksinya dilakukan secara refluks.
Fungsi refluks, adalah memperbesar L/V di enriching section,
sehingga mengurangi jumlah equibrium stage yang diperlukan untuk product
quality yang ditentukan, atau, dengan jumlah stage yang sama, akan menghasilkan
product quality yang lebih baik dengan menggandakan kontak kembali antara
cairan dan uap agar panas yang digunakan efisien. Refluks/destruksi ini bisa
dimasukkan dalam macam-macam destilasi walau pada prinsipnya agak berkelainan.
Refluks dilakukan untuk mempercepat reaksi dengan jalan pemanasan tetapi tidak
akan mengurangi jumlah zat yang ada. Dimana pada umumnya reaksi- reaksi senyawa
organik adalah lambat maka campuran reaksi perlu dipanaskan tetapi biasanya
pemanasan akan menyebabkan penguapan baik pereaksi maupun hasil reaksi. Karena
itu agar campuran tersebut reaksinya dapat cepat, dengan jalan pemanasan tetap
jumlahnya tetap reaksinya dilakukan secara refluks.
6. Destilasi uap.
Untuk memurnikan zat/senyawa cair yang tidak larut dalam
air, dan titik didihnya cukup tinggi, sedangkan sebelum zat cair tersebut
mencapai titik didihnya, zat cair sudah terurai, teroksidasi atau mengalami
reaksi pengubahan (rearranagement), maka zat cair tersebut tidak dapat
dimurnikan secara destilasi sederhana atau destilasi bertingkat, melainkan
harus didestilasi dengan destilasi uap.
Destilasi uap adalah istilah yang secara umum digunakan
untuk destilasi campuran air dengan senyawa yang tidak larut dalam air, dengan
cara mengalirkan uap air ke dalam campuran sehingga bagian yang dapat menguap
berubah menjadi uap pada temperatur yang lebih rendah dari pada dengan
pemanasan langsung. Untuk destilasi uap, labu yang berisi senyawa yang akan
dimurnikan dihubungkan dengan labu pembangkit uap (lihat gambar alat destilasi
uap).
Uap air yang dialirkan ke dalam labu yang berisi senyawa
yang akan dimurnikan, dimaksudkan untuk menurunkan titik didih senyawa
tersebut, karena titik didih suatu campuran lebih rendah dari pada titik didih
komponen-komponennya.
Bahaya penggunaan destilasi
Destilasi merupakan
proses gabungan antara pemanasan dan pendinginan uap yang terbentuk sehingga
diperoleh cairan kembali yang murni. Bahaya pemanasan cairan dapat dihindari
dengan memperhatikan sub-bab pemanasan. Dalam pemanasan cairan biasanya
ditambahkan batu didih ( boililng chips), untuk mencegah pendidihan yang
mendadak (bumping). Batu didih yang berpori perlu diganti setiap kali akan
melakukan destilasi kembali. Untuk destilasi hampa udara (vacum destilation),
aliran udara melalui kapiler ke dalam bagian bawah labu merupakan pengganti
batu didih.
Bahaya yang sering
timbul dalam pendingin Leibig adalah kurang kuatnya selang air baik dari keran maupun
yang menuju pipa pendingin. Lepasnya selang air dapat menyebabkan banjir dan
proses pendinginan tidak berjalan dan uap cairan berhamburan ke dalam ruangan
laboratorium. Oleh karena itu, terutama untuk destilasi yang terus-menerus atau
sering ditinggalkan, hubungan selang dengan keran dan pipa pendingin perlu
diikat dengan kawat.
Labu didih yang terbuat
dari gelas perlu dipilih yang kuat. Labu didih bekas atau yang telah lama
dipakai, diperiksa terlebih dahulu terhadap kemungkinan adanya keretakan atau
scratch. Hal ini penting terlebih-lebih untuk destilasi vakum. Apabila
pemanasan yang dipakai adalah penangas air, maka perlu diingat bahwa suhu
permukaan bak penangas yang terbuat dari logam, dapat melebihi titik nyala dari
pelarut yang dalam labu. Dengan demikian, harus dapat dihindarkan kontak antara
cairan dengan permukaan penangas, baik pada saat mengisi labu destilasi dengan
cairan maupun pemasangan atau pembongkaran peralatan destilasi.
Contoh analisis dengan destilasi
”Penentuan Kadar Protein dengan Metode Kjeldahl “
Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl merupakan metode yang
sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa
yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis
dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat.
Setelah pembebasan dengan alkali kuat, amonia yang terbentuk disuling uap
secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi.
Metode ini telah banyak mengalami modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara
semimikro, sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan
waktu analisa yang pendek. Metode ini kurang akurat bila
diperlukan pada senyawa yang mengandung atom nitrogen yang terikat secara
langsung ke oksigen atau nitrogen. Tetapi untuk zat-zat seperti amina, protein, dan lain – lain
hasilnya lumayan.
Cara Kjeldahl digunakan untuk
menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung,
karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya. Dengan
mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi 6,25, diperoleh nilai
protein dalam bahan makanan itu. Untuk beras, kedelai, dan gandum angka
konversi berturut-turut sebagai berikut: 5,95; 5,71; dan 5,83. Angka 6,25
berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16%
nitrogen.
Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah
sebagai berikut: mula-mula bahan didestruksi dengan asam sulfat pekat
menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran Zn. Amonia yang terjadi
ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator. Cara Kjeldahl pada umumnya
dapat dibedakan atas dua cara, yaitu cara makro dan semimakro.
1. Cara makro
Kjeldahl digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi dan besar contoh 1-3
g
2. Cara semimikro
Kjeldahl dirancang untuk contoh ukuran kecil yaitu kurang dari 300 mg dari
bahan yang homogen.
Cara analisis tersebut akan berhasil baik dengan asumsi nitrogen dalam
bentuk ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah yang besar.
Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa purina, pirimidina, vitamin-vitamin,
asam amino besar, kreatina, dan kreatinina ikut teranalisis dan terukur sebagai
nitrogen protein. Walaupun demikian, cara ini kini masih digunakan dan dianggap
cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan.
Berikut adalah susunan rangkaian alat destilasi sederhana:
§ 1.
wadah air
§ 2.
labu distilasi
§ 3.
sambungan
§ 6.
aliran masuk air dingin
§
7. aliran keluar air dingin
7. aliran keluar air dingin
§ 9.
lubang udara
§ 10.
tempat keluarnya distilat
§ 14.
air penangas
§ 15.
larutan zat
Alat
yang dibutuhkan dalam analisis penentuan kadar protein dengan metode kjeldahl
antara lain:
- Labu
Kjeldahl
- Pembakar
Bunsen
- Wire
Gauze
- Seperangkat
alat destilasi
- Erlenmeyer
- Pipet
Tetes
- Labu
Ukur
- Pipet
Volumetri
- Buret
- Tripod
Stand.
Analisa protein cara Kjeldahl pada
dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses
destilasi dan tahap titrasi.
1. Tahap destruksi
Pada tahapan ini sampel dipanaskan
dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya.
Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O.
Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4.
Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa
campuran Na2SO4 dan HgO (20:1). Gunning menganjurkan
menggunakan K2SO4 atau CuSO4. Dengan
penambahan katalisator tersebut titik didih asam sulfat akan dipertinggi
sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang telah
disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium dapat
mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih
juga mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau
sebaliknya.
Reaksi yang terjadi pada tahap ini
adalah:
H
destruksi
R-C-COOH
NH3 + CO2
+ H2O
NH2
H2SO4
Asam amino CuSO4
(protein)
Na2SO4
NH3 + H2SO4
(NH4)2SO4
Hasil Destruksi
2. Tahap destilasi
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat
dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis
dan dipanaskan. Agar supaya selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun
pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat
ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap
oleh asam khlorida atau asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan. Agar
supaya kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung
destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam
keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR atau PP.
Reaksi yang terjadi pada tahap ini
adalah:
(NH4)2SO4
+
NaOH
NH3 + H2O
+ Na2SO4
NH3 +
HCl (0,1 N)
NH4Cl
Berlebihan
3. Tahap titrasi
Apabila penampung destilat digunakan
asam khlorida maka sisa asam khorida yang bereaksi dengan ammonia dititrasi
dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan
warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila
menggunakan indikator PP.
v Potensi Bahaya yang dapat terjadi diantaranya:
- Bahaya
yang berasal dari reagen pekat yang digunakan dalam analisis seperti H2SO4
pekat
- Gas
yang ditimbulkan yaitu gas H2S
- Pemanasan
dengan pembakar Bunsen
- Pemanasan
saat destilasi
v Potensi Error yang dapat terjadi diantaranya:
- Proses
destilasi yang belum sempurna
- Penampungan
destilat yang salah
- Indikator yang digunakan.
DAFTAR
PUSTAKA
Khopkar.SM. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta :
UI Press
Soebagio. 2003. Kimia Analitik II. Jakarta : IMSTEP
Soebagio. 2003. Kimia Analitik II. Jakarta : IMSTEP
Vogel.
1990. Buku Teks Analisis Anorganik
Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta :
PT Kalman Media Pustaka
Team
Teaching DDPA. 2010. Penuntun Praktikum
DDPA. Gorontalo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar